Mixing part 1
Mixing / Balancing adalah suatu essensi yang amat penting dalam suatu konten produksi, khususnya “Electronic Dance Music” why?
Karena pada dasarnya mixing di “dance” bukan hanya sekedar masalah perkara “balancing & panning” agar produksi kita terdengar bersih dan seimbang. TAPI disanalah biasanya terletak “emotion & power” Dari track buatan kita sendiri. That is why we DJ’s that made our own tracks were called “PRODUCERS” not “composer”, karena proses engineering & mixing relatif HARUS dilakukan oleh kita sendiri yang paling mengetahui arah & drive Dari track kita.
Khususnya bila mengikuti tren jaman produksi yang lagi “IN” disana, most of the productions were based on Good Engineering, apabila teman teman semua memperhatikan antara produksi sekarang dan beberapa tahun yang lalu : “Less Sounds were used & arrangements were becoming so much simpler” tapi kenapa sound nya tetap terdengar full, unique dan kaya?
That’s why today’s Dance Music production :
30% sequencing, 20% Good Sound / sample Selection & 50% on Mixing & Engineering
Conception for mixing
Bagi yang mencari breakdown yang simple maupun referensi dasar untuk menghindari miskonsepsi Dari arti dan pemahaman ( terutama bagi yang baru memulainya )
Mixing adalah prose’s stasi kedua dalam overall producing / remixing cycle, dimana kita pada dasarnya menempatkan masing masing tracks yang telah kita sequence dalam arrangement untuk DITATA secara leveling, stereo Panning placement, kontrol dynamic individual, menambahkan colour / character ( reverb, delay, filter & ADSR ) beserta “Harmonisasinya” dalam STEREO SUM / hasilnya yang telah digabung menjadi satu stereo Interleaved Tracks ( left and right), dan memiliki “Headroom” untuk kemudian menjalani Mastering / Final Stage.
Berikut adalah hal hal yang menjadi “AIM” maupun “Larangan” dalam mastering:
AIM
* Mengincar balanced & harmonisasi Dari masing masing track antara satu sama lain Memperbaiki / memanipulasi source file ( audio & VST ) untuk menjadi sesuai dengan kemauan kita ( Gain & Effecting )
* Mengejar overall dynamic dan stereo imaging Dari tracks yang kita kerjakan.
* Menciptakan Headroom ( jarak overall gain ) Dari Peak, untuk memberi ruang kerja bagi prose’s Mastering
DO NOT
* Meletakkan effects / plugins pada master BUS yang berfungsi untuk memperbaiki / memanipulasi hasil mixing ( EQ, Compressor & Effects apapun ) kecuali reference utility tools
* Mengejar Overall Level mixing kita untuk kedengeran HOT / keras layaknya mastering
Pointers to be noticed before / during mixing
Pada dasaranya seluruh DAW technology & perkembangannya pada jaman sekrang bertujuan untuk agar kita dapat semakin memudahkan pekerjaan composing & mixing dan agar semakin lama dapat dilakukan secara lebih “mobile”. Disini saya tidak menentang atau menganjurkan teman teman untuk harus memiliki hardware mahal maupun outboard gear yang harganya jutaan di studio kamu.
Namun pada dasarnya, diluar komputer / laptop yang mumpuni untuk menghandle pekerjaan DAW software kamu . Secara prinsip tetaplah dibutuhkan AD/DA converter / Soundcard yang baik dan speaker monitor Near Field yang proper. Kenapa?
Soundcard
minimal harus dapat menghandle dengan standard bitrate paling rendah yaitu 24bit/44.1khz, dengan low latency DAW based driver (core audio / ASIO) yang memiliki DSP chip nya sendiri, sama cara kerjanya dengan VGA card kita, Soundcard yang baik selain memiliki latency rendah dan multi routing I/O sesuai kebutuhan kita, dia juga menghandle beban kerja audio processing dalam komputer kita dan tidak membebankannya FULL kepada CPU kita. Dan yang lebih terutama, adalah untuk menghasilkan full range frequency spatial yang bebas noise & colouring ke speaker maupun headphone kita.
Monitor Near Field :
Speaker Near field dibangun dan dirancang berbeda dengan speaker HIFI maupun home theater milikmu, karena mereka adalah “HIFI based’ yang memang di desain untuk memiliki “karakter” yang stand out masing masing sesuai kepuasan si pendengar, yang pada artinya, bahwa mereka tidak mereproduksi sound secara jujur / FLAT. Sedangkan Flat Near Field monitors di desain sedemikian rupa untuk mereproduksi sound Dari source nya seakurat mungkin sehingga bertujuan agar kita mengetahui “bentuk asli” Dari masing masing individual track yang sedang kita kerjakan beserta detail di dalamnya ( reverberasi, noise, freq response & delay trim, etc etc )
Know Your Enviroment and Tools
Melanjutkan Dari topik bahasan mengenai utility speaker monitor yang kita miliki, juga perlu diketahui bahwa enviroment / ruangan kerja kita pula mengambil peranan yang amat tak kalah penting. Amat Vital untuk kita mengenal baik reverberasi dan pantulan dimensi Dari ruang kerja kita. Contoh paling konkret yang sering terjadi, Dalam ruangan yang memiliki ceiling besar, sound yang keluar “dry” pun dapat terdengar “roomy”, dan bahkan kadang kita dapat mengalami miskonsepsi akan karakter Dari delay yang kita apply dan hitungannya dikarenakan pantulan ruangan yag cenderung menipu.
Sama halnya dengan referensi sebelumnya, saya tidak “mengharuskan” supaya km membangun system kedap suara yang super professional dengan segala Bass trap Door, Double gypsum, diffuser etc etc ( although it would be nice.. ), namun intinya adalah untuk mengoptimalkan dan terutama MENGENAL karakter ruangan kamu masing masing. Banyaklah melakukan compare A/B antara hasil kerja km di ruangan tersebut dengan hasil track referensi lain yang sudah jadi, maupun lakukan compare projectmu antara studio dengan conventional stereo system yang sudah “fixed”, Begitu sudah terbiasa dan mengenal baik enviroment dan karakter speaker diruanganmua, maka biasanya cenderung km akan melakukan adjusting adjusting yang mungkin tidak Nampak normal bagi teman mua atau client yang baru pertama kali masuk ke studio milikmu… Leave it… its your room.. hehe..
NB : Perhatikan pula penempatan NearField dengan Segitiga Jarak jarak pendengar yang sesuai, serta penempatan tinggi yang sejajar dengan operator.
Serta AMAT DISARANKAN untuk memulai dan selalu melakukan prose’s mixing dalam LEVEL kekerasan yang sama untuk mulai membangun judgement yang baik.
mixing part 2
Your mixing reference tools / your 2nd ear
Tentunya diluar ketidaksempurnaaan ruangan, fasilitas alat maupun diri kita diri kita sebagai SDM, tentunya ada tools tools / plugin yang bersifat sebagai “eye reference” kita untuk mengetahui karakter / detail maupun masalah yang terletak baik pada individual track maupun overall mix kita. Dari sekian banyak reference plugin yang ada, berikut 3 tools dasar yang dapat digunakan.
Level Meter
Tools paling dasar dan necessary untuk mengetahui tingkat level / kekerasan Dari masing2 maupun combined track kita dalam mixing, tentunya untuk juga mengambil jugdement akan “Dynamic” Dari track tersebut ( apabila tidak berupa waveform)
Basicnya dibelah dalam 2 standard ukuran :
DBFS / Full Scale : default set, mengukur tingakat kekerasan track secara “digitally” mengukur kekerasan Dari keseluruhan gelombang frequency secara realtime
RMS : Mengukur Base Frequency Gain Power, overall Loudness Power, biasanya hanya digunakan dalam aplikasi mastering.
( kedua pemahaman dan scope Dari meter diatas akan dibahas lebih lanjut pada Sub topic “mastering”)
Spectrum Frequency
Adalah tools untuk mengukur atau memvisualisasikan range frequency keseluruhan ( 20hz – 16khz ) Dari tracks yang sedang kita kerjakan. Tentunya ini amat beguna untuk “mengenali” track tersebut dalam prose’s filtering maupun EQing.
Stereo Phase Scope
ADALAH tools yang dapat digunakan untuk mengukur atau melihat dimensi stereo, biasanya digunakan pada master bus stereo untuk melihat “balance” penempatan masing track dan harmonisasinya dalam menciptakan stereo track yang menyebar merata, maupun tuntuk menghindari over panning left atau right yang tidak merata.
Tracks Priority, panning & leveling
Adalah suatu Approach yang cukup baik untuk dapat menentukan Level priority masing masing Tracks dalam suatu prose’s Mixing. Tentunya karena kita mengetahui bahwa Dance track adalah typical lagu yang “Rhythm Based” maka sudah tentu “the king” atau prioritas utama dalam membangun fondasi mixing adalah KICK Drum.
Maka berikut adalah contoh pola GAIN STAGING awal Dari suatu mixing process, dengan Peak DBFS : -6db average
Lakukan pattern balancing awal hanya dengan menggunakan Volume Fader & panning saja dahulu sebagai pola eksperimen, maupun dasar untuk memulai mixing.
Drum & rhythm Pattern group
Base Kick : -8 db : Mono
Baseline : -9 / - 10db ( hindari SUM / Intersample Peaks dengan KicK ) : Center based equally pan
Snare : -13db : 10% panning tergantung typical
Claps : -10 / -11db ( hindari SUM / Intersample peaks dengan kick yang melebihi 2db Dari kick volume ) Center based equally pan
Hihats, rides & shakers : - 16 s/d – 13db ( tergantung sample )
Letakkan merata 20% - 30% panning left and right secara seimbang
Extra percussion : Level yang setara atau dibawah Claps, sesuai dengan prioritas / “standout”
40% up to 60% panning ( namun jangan sampai “loss” dalam mono check)
Timbre & Main Lead Group
Main Lead Synth : maksimum -2db dibawah level maksimum kick drum
Arp Rythm Synth : Setara dengan Level Baseline atau dibawahnya apabila terjadi SUM / Intersample Peaks
Main Vocal : Setara dengan level main synth, namun perhatikan frequency atau tonal Dari synth dengan karakter / range frequency vocal, untuk menghindari tabrakan frekuansi yang “obvious”
Apparel & FX Group
Pad / ambient Synth : -18 / -14db tergantung Gain n karakter placement dalam overall tracks
Pink Noise & Sweeps : Dalam Range Gain yang setara / unity dengan Range Hihat & Shakers drums sebagai enhancer hiss / hi-frequency
Pada tahap awal ini, untuk menghindari Intersample Peaks / SUM Dari frequency yang bertabrakan, maka boleh dilakukan adjustment seperti Sidechain compressor dan adjusting Attack ratio secukupnya.
Dengan gambaran staging seperti ini, semoga teman teman telah memiliki gambaran overall mix result dengan drum sebagai track base terkeras ( -8db ) dan ruangan terjadinya SUM / intersample Peaks adalah sebesar 2db dengan nilai : -6dbfs sebagai peak average terkeras Dari hasil mixing kita.
Dengan ini teman2 telah dapat cukup menghasilkan basic balanced mix yang memiliki dynamic yang proper untuk diproses lebih lanjut lagi
Good source : GAIN VS FADER
Waktu kita remixing, Sound selection tentunya menjadi salah satu essence atau aspek penting. Masalahnya adalah, belum tentu semua sample ( baik Dari sound bank maupun mp3 yang kita chopping ) maupun plugin instrument yang kita pilih relatif memiliki “basic gain’ atau kekerasan yang sama.
Dan seringkali saya melihat adjusting / balancing Dari leveling ini adalah dilakukan dengan mengadjust LEVEL fader pada DAW. Sehingga seringkali pula teman2 pada akhirnya mem-push loudness Dari track ini dengan mengangkat fader bahkan melebihi nilai 0db.
Pun dengan alhasil bahwa sekalipun track channel yang akan diangkat telah melebihi level yang lain< suaranya tetap terdengar rendah maupun tidak solid, dan bahkan pecah.
SOLUSI
Gunakan GAIN ( plugin maupun pre channel strip ) untuk mengejar “HOTNESS” Dari source track tersebut bukan daripada fader di DAW meter kita. Fader di mixer DAW pada dasarnya di desain untuk “reduce” dan adjusting headroom pada masing masing track, bukan untuk membuatnya menjadi keras.
Cobalah bereksperimen dan mengcompare hasil antara suatu track yang diangkat secara fader maupun dengan GAIN yang diletakkan sebelum plugin insert apapun, perhatikan perbedaannya antara Loudness di meter DBFSnya dan terutama perbedaan amplifikasi suaranya.
NB :
Adalah suatu approach yang boleh “dicoba” untuk meletakkan gain utility / plugin di setiap channel strip pada seluruh track kita sebelum mixing, dan melakukan boost semaximal mungkin ( sebelum terdengar clipping / penurunan kualitas pada suara channel tersebut) dan baru pada akhirnya menggunakan fader, hanya untuk melakukan “Pull-Down” untuk mengadjust volume, sehingga status Dari masing masing track sebelum mixing process adalah se”HOT” dan se”OPEN” mungkin, sebagai kompensasi Dari good source sample.
Mixing part 3
Pan Law & Mono Check
Berikut adalah referensi tambahan untuk meletakkan Panning approach pada masing masing track, dengan target menciptakan Stereo Imaging yang balanced namun tetap powerfull :
Penerapan masing masing panning technique pd dasarnya cukup menggunakan pan fader [ada mixer DAW, namun aapabila diperlukan, plugin maupun insert untuk “stereo imaging maupun expanding” untuk memperlebar dimensi panning pada suatu track boleh digunakan.
Guidelines :
Base Kick Mono
Baseline Center based equally pan
Snare 10% panning tergantung typical
Claps Center based equally pan
Hihats, rides & shakers Letakkan merata 20% - 30% panning left and right secara
seimbang
Extra percussion : 40% up to 60% panning ( namun jangan sampai “loss” dalam
mono check)
Main Lead Synth Center based equally pan
Arp Rythm Synth Center based equally pan
Main Vocal Dry / compressed original : MONO
Effect return bus ( delay , reverb ,etc ) : 30% panning
Pad / ambient Synth centre based equally pan ( boleh terapkan “autopan” effect
untuk mengisi kekosongan
Pink Noise & Sweeps boleh diterapkan ekstrim panning maupun ekstrim stereo
expander pada band frequency 8000hz keatas
Penting dalam setiap mixing untuk selalu melakukan MONO CHECK melalui utility yang terpasang pada master bus untuk mengecek karakter dan adanya frekensi / suara yang hilang dalam kondisi “mono” dan melakukan adjustment akan hasil pan yang terlalu lebar sebelah tersebut. Hal Ini adalah untuk mengantisipasi track produksi kita yang tidak kehilangan kualitas / “warna” dalam standard broadcasting ( TV / Radio )
Compressor and missconception for it
Compressor adalah salah satu tools mixing paling dasar selain EQ, namun sayangnya belakangan ini saya banyak menemukan user yang menerapkan konsep yang salah untuk penggunaan kompressor, dimana masih banyak yang menganggap fungsinya adalah untuk “mempertebal’ maupun memperkeras suatu track.
Disini kita akan mengulas kembali konsep DASAR Dari penggunaan kompressor, yaitu adalah untuk mereduksi Dinamika ( Jarak gain terpelan hingga terkeras Dari suatu waveform audio ) dengan meng-apply Gain Reduction ( penurunan gain volume secara otomatis ) berdasarkan ambang limitasi / TRESHOLD yang kita tentukan. Otomatis berdasarkan logika dasar disini, maka kita mengetahui bahwa pada dasranya kerja suatu compressor adalah untuk mereduksi atau cenderung “mempelankan” track audio file yang kita terapkan efek tersebut..
Maka untuk mengangkat overall volume / gain Dari track tersebut yang telah secara otomatis ter reduksi, maka ada fungsi penempatan MAKE-UP gain, dimana pada dasaranya bekerja dengan prinsip yang sama saja dengan gain utility tools, untuk kembali menempatkan level kekerasan pada tingkat sebelum kompresi, namun dengan jarak dinamika yang lebih kecil.
Adalah benar bahwa relatif dengan tingkat jarak dinamika yang lebih sempit namun dengan overall gain yang sama kerasnya disbanding dengan pre-compression dapat menciptakan efek suara yang lebih “tebal” maupun “pumping”. Namun perlu diingat bahwa tidak semua track perlu compression dan bahwa semakin dalam compression diterapkan pada suatu track, tidak hanya dinamikanya yang semakin hilang, namun juga detail kualitas suaranya.
Berikut bbrp tips & definisi untuk penerapan compressor :
- relatif terapkan attack time yang sama dengan waveform audio yang sedang kita kompresi ( contoh : Dance Kick drum relatif attack time di : 0.5 – 0.75 ms ) Release value adalah bebas berdasarkan berapa lama Gain Reduction / GR pada waveform tersebut bekerja.
- Compression pada vocal biasanya relatif lebih mengambil pada RMS approach daripada Digital / FS, dikarenakan yang di kompressi adalah “base power frequency” Dari suara vocal tersebut, sehingga hasilnya relatif lebih “lengket” dan tidak over responsive, apalagi menghadapi hasil take vocal yang “kaget” maupun banyak De-esser dan “breath” nya
- Knee adalah ratio reduksi / softener Dari compressor yang biasanya diterapkan untuk menghindari efek reduksi yang terlalu cepat. Biasanya di apply apabila kita ingin melakukan “limiting” yang cukup ekstrim melalui setting attack & treshold yang tajam, namun tidak ingin kesannya seolah olah file audio tersebut seperti terkena “brickwall limiter”
- Banyaklah melakukan eksperimen akan kombinasi Attack, ratio & knee serta compressor type ( Digital FS, RMS, OPTO & etc etc ) cenderung daripada memainkan tresholdnya untuk menghindari reduksi yang terlalu banyak pada waveform yang dikerjakan. Wiseman says : “Dynamics is Good, it makes your tracks much more Alive”
Send daripada mix insert
Dalam prose’s mixing, penempatan dan appliance Effect yang baik adalah effect yang memberi Kolorasi dan karakter pada suatu track, namun tidak merusak identity maupun detail Dari source aslinya tersebut. Beberapa efek efek yang dasar memang dibuat dengan model “Insert” dimana seluruh audio waveform tersebut terproses secara completely oleh efek yang diterapkan. Tentunya ini biasa terjadi pada efek2 seperti : Gain utility, EQ, Filter, compressor, pitch correction dan Denoiser maupun de-esser. Sebagai tools untuk memperbaiki “basic” atau dasar Dari audio tersebut.
Namun untuk efek efek yang yang bersifat “colouring” maupun “creativity” yang ditempatkan pada prose’s tersebut. Ada Baiknya untuk meletakkan efek efek yang sifatnya destruktif seperti : Echo n Delay, Reverb, Modulation & Distortion , dan masih banyak lagi, untuk diterapkan di “Return Bus” Hal ini saya rekomendasikan, karena sy cenderung pula masih banyak menemukan kesalahan fatal hasil mixing yang biasanya terletak pada REVERB yang “overmixed”. Ketika ingin menerapkan efek memberi Room / Jarak pada suatu instrument, judgement yang kurang bijaksana ( karakter reverb , decay time and LENGTH yang kurang tepat ) Dan terutama WET Mix ratio yang di apply terlalu banyak, maka cenderung hasil instrument tersebut menjadi kehilangan detail dan colournya, dan hal ini tidak dapat diperbaiki lagi oleh mastering engineer dalam prose’s selanjutnya. Hal yang saama pula sering terjadi pada penempatan efek delay.
Namun berbeda dengan penerapan pada teknik Send Return, ( NB : wet dibuka 100% pada plugin yang diletakkan di return track ), Instrumen Asli akan dapat tetap me maintain detailnya , sekalipun penempatan “destructive effect” cukup mencolok ( selama tidak over Dari instrument aslinya) , ini dikarenakan tentunya jalur audio yang “DRY” beserta jalur Effect yang ditaruh di return Bus adalah Terpisah untuk nantinya dirender oleh DAW kita.
Tips :
Untuk sekaligus menghemat PC resources untuk effect effect yang lain, Conventional Mixing Engineer biasanya sudah menempatkan 4 plugins dasar pada 4 return bus berbeda, 2 bus adalah untuk reverberasi, masing masing dengan length time pendek dan panjang ( Google : how to calculate mixing time in DAW ), serta 2 bus untuk delay ¼ & 1/16 bar, berdasarkan kerapatannya. Dengan ini maka placement efek efek dasar / kovensional tidak perlu di insert satu persatu dalam setiap track.
Dan bagusnya lagi dalam prose’s seteleah melihat overall mix kita, bus Reverb atau delay yang terlalu besar maupun dominant dapat langsung direduksi pada volume fadernya, daripada harus me reduce berdasarkan wet/dry plugins nya, satu persatu..
Bus Mixes to adjust the overall bands
Bus Mixes / Stem mixing adalah suatu teknik lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan overall band frequency Dari hasil mixing kita untuk supaya lebih “balanced dan harmonis” prinsipnya adalah dengan melalukan pre-routing configuration Dari masing masing track untuk tidak langsung out ke “Master Bus”, namun melalui group out , atau track audio yang di “bypass” oleh instrument kita masing masing, berdasarkan kategori yang kita susun.
Ada yang memilih untuk Sub-group berdasrkan kategori instrumen ( Drum kit, synth, vocals, Timbre, Sweeps n fx ), namun saya lebih memilih Sub-groupping berdasarkan range frequency Dari instrument instrument yang ada di mixing track saya mulai Dari frequency yang paling rendah, hingga yang paling tinggi ), so normally, my BUS Groups Arrangement would be
Bus 1 : kick, snare, baseline, tom n rhythm
Bus 2 : snare, percussion, Male Vocal, mid lo Synth
Bus 3 : Ambient Pad, Claps, Main Lead Synth, Female / Sopran Vocal , Sax Timbre
Bus 4 : Shaker , hihats, Lead Synth
Bus 5 : Noises, Sweeps & Return Track FXs
Setelah kita memiliki sub mixes group ini, tentunya masih banyak lagi adjusting yang dapat kita lakukan berdasarkan Range instruments maupun frequency disini, selain adjust volume fader secara unity, meng apply soft compression untuk me”lengketkan” vocal dengan main synth, maupun menempatkan stereo imaging / expanding, pada grup dengan band frequency yang relatif tinggi, untuk mengejar separasi stereo dalam mixing kita. Maupun bias menjadi sarana dan solusi untuk yang mau melempar Bus mixes nya ke analog mixer.. hehe..
“Your DAW is a powerfull Routing Simulation software… Play with it”
Leave some headroom / understanding levels part 1
At LAST but not the least, kembali saya harus mengingatkan kembali pada teman teman untuk selalu menyisakan HEADROOM dalam hasil mixing kalian.
Istilah “Head Room” sekali lagi adalah berupa jarak antara level terkeras maupun rata rata Dari hasil mixing km dengan peak level pd “digital domain” yaitu : 0 db. Sekali lagi seperti telah diperingatkan sebelumnya, jangan pernah mencoba membuat hasil mixing anda terdengar keras layaknya mastering, paabila kalian sudah terbiasa untuk melakukan mixing dengan level yang hampir 0db, maka silahkan kerjakan dan balance menurut kebiasaan km masing masing, namun setelah itu, lakukan “Group fader pulldown, pada semua track, hingga overall volume rata rata pada mixing kamu telah mencapai angka TRESHOLD yang dikehendaki. ( jangan di pull-down di master Fadernya yah.. hehe )
Kenapa?
Apabila dalam prose’s cycle mastering nanti, baik kamu sndiri yang melakukannya maupun orang lain ( Mastering studio), dan ternyata ada diperlukannya “adjustment” atau perbaikan kecil pada overall mix result milikmu ( band adjustment frequency, stereo enhancing, M/S processing, stereo exciter, dsb ) maupun hingga tahap gaining / “mengejar RMS” prose’s cycle ini tidak akan dapat dilakukan apabila audio hasil mixingnya telah mencapai 0db terlebih dahulu. Maka itu, prinsipnya adalah semakin jauh headroom kamu, maka semakin banyak ruang yang dapat dilakukan untuk sang mastering engineer bekerja dan semakin hasil mastering kamu bias optimal.
Berapa sih headroomnya?
Naah.. tentunya selain dalam menciptakan headroom dalam hasil mixing kita, kualitas / fidelity dan DETAIL Dari audio tersebut tidak juga boleh terlalu kecil atau lemah sehingga hilang detailnya pada saat di render. Jadi perbandingan yang perlu kita perhatikan disini adalah semakin keras : makin aman detailnya : makin sempit headroomnya. Sementara semakin pelan : makin besar headroomnya : makin resiko kehilangan detail hasil mixing.
Maka berdasarkan standard yang sudah ini, berikut guidance untuk mmenentukan besaran volume dan headroom mixing mu
Simplenya :
Maintain your overall average Level at -6 dbfs ( lookup di meter master channel maupun plugins). Average berarti pada bagian drum kit n rhythm km yang simple, loudness berkisar pada -8/-7dbfs, dan bias berkisar sampe -5db maksimum pada bagian paling rame dalam arrangement kamu ( drum, base, synth, vocal en sweep keluar bareng ), apabila jarak overall level kamu terlalu besar atau banyak, do check your overall dynamics and mixes again.
Ribetnya :
Cari plugins yang metering yang sifatnya VU / Analog metering simulation, setting pada scale ballistic DIGITAL / Peak, dan set meternya pada kalibrasi -12dbfs. Lalu cek mixing kamu, dan pastikan jarumnya rata rata bermain di angka 0db.
Konklusi / Penutup
Sebenarnya pada cycle mixing process, dasarnya ga ada yang bias dibilang benar atau salah. Its about taste and how you make the track to have the emotion that you want. Tutorial pada sub topic mixing disini adalah bertujuan untuk memberi guideline dasar akan ide Dari engineering suatu track dan larangan larangan yang vital. Namun tidak untuk bertujuan agar km menjadi terlalu tools oriented ( terlalu memperhatikan level dan frequency spectrum ) sehingga alhasil menjadikan hasil pekerjaan kamu terlalu “safe” dan standard,
the idea of mixing adalah untuk meng enhance dan mewujudkan gambaran bentuk track yang kamu miliki pada saat kamu melakukan sequence atau arrangementnya secara lebih detail namun rapi dan “hidup”, bukan untuk membuatnya menjadi Flat dan aman. Dan pada dasaranya selama masih ada headroom pada hasilnya, maka “room” untuk final adjustment masih bias dikerjakan..