Friday, August 24, 2012

MUSIC FOR FILM

Salam Musik.....

Sebenarnya saya pribadi masih jauh dari "bisa" bemain dan mengolah musik, blok ini saya buat karena kecintaan dan ketertarikan saya terhadap musik, mungkin bisa dibilang "kegilaan" yang tiada henti terhadap mahluk yang namanya MUSIK. Sebuah pencarian yang cukup panjang dan makan banyak biaya hehehehe.....

Pada Artikel kali ini saya akan coba mengulas cara MEMBUAT MUSIK UNTUK FILM atau bahasa kerennya COMPOSE MUSIC FOR FILM. Sekalipun musik yang saya buat belum pernah dipakai di satu film pun, saya ingin menjadikan ini sebagai acuan untuk teman-teman yang hobby mencari cari artikel tentang pembuatan music scoring for film.

Saya sering membaca beberapa artikel tentang MUSIK UNTUK FILM, kemudian saya mempraktekan apa yang telah dijelaskan dalam artikel tersebut. Setelah saya mencoba untuk membuat musik pada beberapa film bisu yang saya download atau saya shoot sendiri menggunakan camera kemudian saya edit untuk menyesuaikan timing nya sesuai dengan mood yang diinginkan, ternyata saya menemukan beberapa kendala. Kadang musiknya (saya pikir) enak, ternyata amburadul dan maksudnya ngga sampai ke penonton. Kadang mumet juga yaaa hehehe.... 

Ternyata setelah sekian lama saya bisa menemukan point dari apa yang saya kerjakan selama ini setelah anak saya "husain" begitu antusias menikmati satu bagian dari adegan film yang selalu membuat dia bersemangat untuk memencet tombol rew pada remote DVD (ampe remote nya error semua). Husin selalu bersemangat pada scene yang ada, krn dibagian itu ada adegan kejar kejaran mobil dan musicnya dibuat dengan tempo agak cepat dan kombinasi sound effect yang (menurut saya) garang.
So, biar ngga panjang dan tambah bingung, ini dia tips untuk anda yang pengen banget bikin musik untuk film. Siapa tau diantara anda yang membaca artikel ini kemudian kelak bisa menjadi movie scoring handal. 

  1. Lihat  film yang akan diisi musiknya secara keseluruhan untuk mengetahui cerita atau isi film tersebut, ulangi sebanyak mungkin siapa tahu anda akan menemukan beberapa adegan yang akan memunculkan mood anda untuk memulai menulis notasi.
  2. Ulangi tips no.1, tapi sambil lalu anda meneruskan aktifitas anda yang lain. Mengapa harus begitu? karena kita akan membiarkan otak kita berpikir hal yang lain, kadang tanpa disadari bagian sekitar kita bekerja akan memunculkan ide baru.
  3. Pilih karakter sound yang sesuai dengan film yang sedang anda saksikan. Bisa jadi sound itu tidak pernah anda gunakan sama sekali sebelumnya untuk membuat musik, dia cuma nangkring mubadzir di sound library.
  4. Perhatikan karakter "tukang edit" filmnya. Editingnya terasa lambat atau cepat, pokoknya anda harus tau irama dari filmnya.
  5. Tanyalah ke produser filmnya mengenai karakter film yang dia buat. Karena orang ini juga bagian penting dari film tersebut. Emosi apa yang dia inginkan harus sesuai dengan musik yang kita buat. Emosi anda juga sebagai pembuat musik benar2 dituntut untuk ini. Emosi ngga bisa ditulis dengan kata2 karena ia adalah rasa ( cieeeeeee.... puitis dikit ya, hehehehe). Perhatikan mimik atau emosi dari aktor pemeran film tersebut, percayalah kadang tanpa terasa notasi akan mengalir sendiri menuntun tangan kita untuk membuat notasi yang tepat.
  6. Point ini adalah yang paling PENTING!!!!! DO NOT ASK FEEDBACK. Feedback seperti pedang bermata dua (hehehehe.....). Bukan berarti anti terhadap pendapat orang lain tapiiiiiii kadang justru pendapat orang lain tentang musik yang sedang kita buat sangat tidak membantu. Selesaikan perkerjaan anda, pede, percaya diri kalo musik anda sudah bagus. Setelah pekerjaan selesai baru boleh minta FEEDBACK kepada ahlinya.

Selamat mencoba... Mudah2an bermanfaat untuk anda dan juga saya pribadi.

Tuesday, August 7, 2012

Maula ya shalli

Maula ya shalli

TIPS untuk MASTERING


PLUG-INS PADA MASTER OUTPUT
Jika kamu menggunakan plug-ins pada master output saat mixing, maka export dalam dua versi: A) versi pertama dengan plug-ins pada master output diaktifkan, dan B) versi kedua dengan plug-ins pada master output dinonaktifkan
Keterangan :
  • A adalah Versi pertama dengan plug-ins pada master output diaktifkan  
  • B adalah Versi kedua dengan plug-ins pada master output dinonaktifkan

Mempunyai dua versi mixing memberikan pilihan in case you over-processed the mix. Pastikan ketika plug-ins di nonaktifkan tidak terjadi clipping. Jika terjadi, turunkan master fader hingga tidak terjadi clipping
HEADROOM
Jika anda mixing dalam 24 bit maka seharusnya peak tertinggi ada pada sekitar -12 dBFS hingga -3dBFS yang berarti masih ada 12 hingga 3 dB headroom sebelum melebihi digital ceiling yaitu 0 dBFS
Keterangan :
  • A Sinyal terlalu lemah, tidak optimal untuk mastering
  • B Peak tertinggi di sekitar -12 hingga -3 dBFS. Baik untuk mastering
  • C Peak di 0 dBFS, tidak diinginkan tapi masih bisa digunakan
  • D Overloading (clipping), tidak bisa digunakan untuk menghasilkan mastering


Headroom adalah jumlah dB sebelum terjadi clipping and overload yang ditandai dengan lampu indikator pada master output. Jika terjadi, turunkan output fader hingga peak tertinggi berada pada range yang direkomendasikan. Kualitas suara tidak akan terpengaruh ketika kamu menurunkan master fader. Tetapi jika kamu melebihi digital ceiling, akan menimbulkan distorsi, dan tidak memungkinkan untuk memperbaiki kualitas orsinilnya. Tidak ada alasan untuk memaksimalkan volume saat mixing karena optimalisasi loudness akan dilakukan pada proses mastering nantinya
MIXING TIPS – DARI PANDANGAN MASTERING
Isu berikut dapat diperbaiki dengan hasil yang lebih baik pada proses mixing daripada proses mastering. Pastikan kamu memperhatikan hal-hal berikut ini

Noise
Pada rekaman analog (gitar, drum, dll), gunakan mute automation untuk mengeliminasi hiss noise pada saat track tersebut tidak aktif terutama pada intro, breakdown, dan outro dimana noise berpotensi untuk terdengar.

Phase dan Polarity
Pastikan bahwa drums, synthesizer, dan elemen lainnya tidak out of phase. Dengarkan playback dalam mono, apakah suara menjadi melemah atau bahkan hilang jika polarity nya di invers. 

Frekuensi Sub

Frekuensi sub (di bawah 40 Hz) yang terlalu berlebihan pada individual track dapat menyebabkan masalah pada kualitas suara dan final volume dari master. Pastikan melakukan low cut pada semua track yang tidak membutuhkan frekuensi sub. Misalnya pada vocal dapat dilakukan low cut pada 80 Hz dengan 12 dB/Octave slope. Jangan memotong frekuensi sub pada keseluruhan mix jika tidak secara hati-hati karena dapat menyebabkan mix terdengar tipis (thin)

Sibilants dan Suara Runcing/Tajam Lainnya
Suara sibilants and suara runcing/tajam lainnya merupakan tantangan yang serius ketika mastering. Pastikan vokalis mengontrol sibilants. Gunakan de-esser jika dibutuhkan, terutama broadband de-esser untuk menghindari artifact. Gunakan volume automation pada sibilants yang sangat keras, bunyi plosif, bunyi click. Perhatikan juga bunyi runcing seperti crash cymbals dan hi-hats

Level Vocal
Vocal yang tidak rata/stabil sulit untuk diperbaiki pada proses mastering. Terkadang dua compressor dengan low ratio lebih baik daripada satu compressor dengan high ratio. Namun adakalanya setelah compression kamu masih harus melakukan volume automation. Naikan atau turunkan bagian tertentu hingga semuanya terdengar smooth dan stabil. Coba untuk mendengarkan pada low volume ketika melakukan volume automation
Volume Automation pada vocal track

Versi Alternatif
Terkadang perlu untuk menyiapkan beberapa versi alternatif mixing dengan vocal lebih keras (atau lebih pelan) misalnya +0.6 db dan 1.4 db, versi instrumental, dan versi akapela atau kick/snare drum yang lebih keras. 
Gunakan nama yang jelas untuk menghindari kebingungan
Tuliskan perbedaan perlakukan pada file name. Selain perbedaan pada file name, segala sesuatu yang lain identik 100% dengan versi normal, jangan ubah master fader. Jika dibutuhkan kita dapat memilih beberapa versi alternatif sebagai final mix.


Start/End
Pada saat export, tambahkan minimal satu bar kosong sebelum lagu benar-benar dimulai dan beberapa bar di akhir lagu untuk memastikan reverb, delay, dan instruments decay habis sepenuhnya
Tambahkan bar kosong di awal dan akhir lagu

Fades
Jangan lakukan fade out saat mixing. Katakan kepada mastering engineering kapan fade out mulai hingga akhir, misalnya fade dari 3:15 hingga 3:30 atau fade out 15 detik terakhir

File Format
WAV atau AIFF lebih disukai.

Stereo Format
Pilih interleaved stereo bukan split stereo saat mixdown untuk mastering. Jika sequencer kamu tidak memberikan pilihan maka kemungkinan adalah interleaved stereo. 

Bit Resolution
Guanakan 24. 16 bit hanya digunakan jika tidak memungkinkan untuk mendapatkan 24 bit. 32 bit floating point tidak digunakan untuk mixdown untuk mastering karena dengan bunyi yang identika dengan 24 bit, 32 bit floating point memakan banyak space dan lebih lambat dalam hal transfer data.

Sample Rate
44.1 kHz atau lebih tinggi. Hanya export pada lebih tinggi dari 44.1 kHz jika proyek direkam dan diproses pada rate tersebut. Keuntungan dan kerugian dari sample rate diatas 44.1 kHz masih diperdebatkan. Jika proyek kamu diatas 44.1 kHz jangan convert sample rates sendiri, biarkan mastering engineer yang melakukannya pada proses mastering.

Dithering dan Noise Shaping
Jangan gunakan noise shaping atau colored dither, seperti UV22 saat export mixdown untuk mastering. Reduksi final bit menjadi 16 bit (audio CD format) dilakukan pada proses terakhir saat mastering

Normalizing
Jangan lakukan normalize pada mixdown. Final volume level akan dioptimalisasikan pada proses mastering

Dengarkan Mixdown
Selalu dengarkan mixdown dari awal hingga akhir sebelum dikirim untuk proses mastering. Pastikan lagu dimainkan dengan benar dari awal hingga akhir, struktur lagu benar, dan tidak ada artifcat atau bunyi click. 

Memahami konsep dasar LIMITER

Seperti halnya efek Compressor, efek Limiter juga bekerja memproses sinyal audio dan berfungsi mengurangi rentang dinamis audio signal. Compressor danLimiter juga memiliki interface dan knob-knob yang serupa, seperti Treshold, Ratio, Input, Output, Gain, Attack dan Release.

Limiter juga masih termasuk dalam kategori Compressor, Definisi sederhana dari compressor dan limiter menurut Fry adalah: Basically what these do is keep an eye (or should that be ear?) on signal levels, stopping them from getting any louder than the level you set (the Threshold). A compressor puts a gentle ?squeeze? on excess level, whereas a limiter hits it on the head with a hammer.

Fungsi limiter seperti namanya, yaitu me-limit/membatasi signal audio, biasanya digunakan untuk membuat output yang konstan, sinyal input akan dibatasi dengan threshold dan output akan dibesarkan sesuai kebutuhan. Compressor juga dapat bertindak sebagai Limiter ketika rasio kompresi kompresor melebihi 10:1.


Merujuk kepada diagram diatas, sinyal yang melebihi threshold dikurangi hingga ke tingkat threshold sehingga sinyal tidak pernah melewati limit. Alat ini terkadang digunakan untuk melindungi peralatan dari sinyal tajam yang bersifat merusak. Namun, solusi ini mengakibatkan distorsi berat karena kerja limiter berlaku seperti penjenuhan.

Seperti pada artikel Tentang Compressor dan Fungsinya, berikut fungsi parameter-parameter yang ada pada Limiter:
Threshold
Ambang batas compressor mulai berkerja atau aktif. Contoh: jika compressor disetting thresholdnya pada angka 0 artinya si compressor akan aktif atau belertja disaat sinyal menyentuh angka 0dB, tapi jika sinyal tidak menyentuh angka 0 berartis si compressor belum bekerja.

Ratio
Mengkuantifikasi reduksi pada amplitudo sinyal diatas ambang batas, atau perbandingan sinyal in dan out.
  • 1:1 tidak ada kompresi, sinyal output sama dengan input
  • 2:1 sinyal diatas ambang batas dikurangi setengah. Jika sinyal melebihi batas sebesar 10 dB, nilainya tereduksi menjadi 5 dB.
  • Nilai lain termasuk 3:1, 4:1, dst. Untuk nilai rasio lebih tinggi dari 10:1, kompresor bertindak seperti limiter.

Attack time
Waktu yang dibutuhkan sebelum sinyal tercompress. Attack time ini diukur menggunakan milisecond (ms). Contoh: jika attack time disetting pada angka 0ms berarti compressor akan langsung bekerja, karena tidak ada tenggang waktu sebelum sinyal tercompres, maka soundnya akan terdengar tumpul. Sebaiknya setting attack time lebih lambat agar sinyal tetap memiliki attack yang bagus atau nendang.

Release Time
Waktu yang dibutuhkan compressor untuk kembali ke keadaan tidak kompresi, tujuannya adalah memperhalus aksi compressor. Hitungan release sama seperti attack, yaitu meggunakan ms (milisecond). pengaturan release time yang salah kadang membuat audio menjadi pumping.

Hold Time
Setelah amplitudo sinyal input kembali ke bawah ambang batas, kompresor mereduksi aksinya selama waktu release hingga mencapai rasio kompresi 1:1. Waktu hold memungkinkan waktu release ditunda setelah sinyal kembali ke bawah ambang batas, sehingga kompresor tetap aktif untuk waktu yang lebih lama.

Output
Output bisa dikatakan sebagai gain. Anda dapat menggunakan output dari compressor untuk meningkatkan level volume. 
Artikel ini disalin dari :
rumahrekam.com

Saturday, August 4, 2012

Musik Ternyata Warisan Peradaban Islam


Musik Ternyata Warisan Peradaban Islam




Ternyata, gitar, piano, biola, bahkan notasi solmisasi sebuah musik, adalah warisan Muslim di kejayaan khalifah….. Instrumen & Musik Warisan Peradaban Islam

Seni musik berkembang begitu pesat di era keemasan Dinasti Abbasiyah. Perkembangan seni musik pada zaman itu tak lepas dari gencarnya penerjemahan risalah musik dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Selain itu, sokongan dan dukungan para penguasa terhadap musisi dan penyair membuat seni musik makin menggeliat. Apalagi di awal perkembangannya, musik dipandang sebagai cabang dari matematika dan filsafat. Boleh dibilang, peradaban Islam melalui kitab yang ditulis Al-Kindimerupakan yang pertama kali memperkenalkan kata ‘musiqi’. Al-Isfahani (897 M-976 M) dalam Kitab Al-Aghani mencatat beragam pencapaian seni musik di dunia Islam.

Meski dalam Islam terdapat dua pendapat yang bertolak belakang tentang musikada yang mengharamkan dan ada pula yang membolehkan. Pada kenyataannya, proses penyebaran agama Islam ke segenap penjuru Jazirah Arab, Persia, Turki, hingga India diwarnai dengan tradisi musik. Selain telah melahirkan sederet musisi ternama, seperti Sa’ib Khathir (wafat 683 M), Tuwais (wafat 710 M), Ibnu Mijjah ( wafat 714 M), Ishaq Al- Mausili (767 M-850 M), serta Al-Kindi (800 M-877 M), peradaban Islam pun telah berjasa mewariskan sederet instrumen musik yang terbilang penting bagi masyarakat musik modern. Berikut ini adalah alat musik yang diwariskan musisi Islam di zaman kekhalifahan dan kemudian dikembangkan musisi Eropa pasca- Renaisans: Alboque atau Alboka

Keduanya merupakan alat musik tiup terbuat dari kayu berkembang di era keemasan Islam. Alboka dan alboque berasal dari bahasa Arab, ‘albuq’, yang berarti terompet. Inilah cikal bakal klarinet dan terompet modern. Menurut Henry George Farmer (1988) dalam Historical facts for the Arabian Musical Influence, instrumen musik alboka dan alboque telah digunakan oleh musisi Islam di masa kejayaan. Instrumen musik tiup itu diperkenalkan umat Islam kepada masyarakat Eropa saat pasukan Muslim dari Jazirah Arab berhasil menaklukkan Semenanjung Iberia wilayah barat daya Eropa, terdiri atas Spanyol, Portugal, Andora, Gibraltar, dan sedikit wilayah Prancis. Tak heran, jika masyarakat Eropa meyakini bahwa alboque berasal dari Spanyol, khususnya Madrid.

Gitar, Kecapi, dan Oud Maurice J Summerfield (2003) dalam bukunya bertajuk, The Classical Guitar, It’s Evolution, Players and Personalities since 1800, menyebutkan bahwa gitar modern merupakan turunan dari alat musik berdawai empat yang dibawa oleh masyarakat Muslim, setelah Dinasti Umayyah menaklukkan semenanjung Iberia pada abad ke-8 M. Oud kemudian berkembang menjadi kecapi modern. Gitar berdawai empat yang diperkenalkan oleh bangsa Moor terbagi menjadi dua jenis di Spanyol, yakni guitarra morisca (gitar orang Moor) yang bagian belakangnya bundar, papan jarinya lebar, dan memeliki beberapa lubang suara. Jenis yang kedua adalah guitarra latina (gitar Latin) yang menyerupai gitar modern dengan satu lubang suara. Alat musik Oud juga populer di wilayah Azerbaijan. Masyarakat di wilayah itu menyebut alat musik petik ini dengan sebutan Ud. Masyarakat Eropa Barat mulai mengenal dan menggunakan Oud sejak tahun 711 M. Alat musik petik khas umat Islam ini hampir sama dengan pandoura yang dikembangkan peradaban Yunani Kuno atau pandura alat musik bangsa Romawi. Zyriab merupakan pemain Oud termasyhur di Andalusia. Dia tercatat sebagai pendiri sekolah musik pertama di Spanyol. Menurut cendikiawan Islam yang juga musisi terkemuka era keemasan, Al-Farabi, Oud ditemukan oleh Lamech cucu keenam Nabi Adam AS. Hurdy Gurdy dan Instrumen Keyboard Gesek Hurdy Gurdy boleh dibilang sebagai nenek moyang alat musik piano. Alat musik ini ternyata juga merupakan warisan dari peradaban Islam di zaman kekhalifahan. Marianne Brocker dalam sebuah teori yang diajukannya menyebutkan bahwa instrumen yang mirip dengan hurdy gurdy pertama kali disebut dalam risalah musik Arab. Manuskrip itu ditulis oleh Al-Zirikli pada abad ke-10 M. Alat Musik Organ Jarak Jauh Menurut George Sarton, alat musik organ hidrolik jarak jauh pertama kali disebutkan dalam risalah Arab berjudul, Sirr Al-Asrar. Alat musik ini dapat didengar hingga jarak 60 mil. Manuskrip berbahasa Arab itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Roger Bacon di abad ke-13 M.
Instrumen Musik Mekanik dan Organ Hidrolik Otomatis Kedua alat musik itu ditemukan oleh Banu Musa bersaudara. Ilmuwan Muslim di zaman Abbasiyah ini berhasil menciptakan sebuah organ yang digerakkan oleh tenaga air. Secara otomatis tenaga air itu memindahkan silender sehingga menghasilkan musik. Prinsip kerja dasar alat musik ini, papar Charles B Fowler, masih menjadi rujukan hingga paruh kedua abad ke-19 M. Banu Musa bersaudara juga mampu menciptakan peniup seruling otomatis. Inilah mesin pertama yang bisa diprogram. Menurut Francoise Micheau dalam bukunya berjudul, The Scientific Institutions in the Medieval Near East, Banu Musa mengungkapkan penemuannya itu dalam kitab bertajuk, Book of Ingenious Devices.

Timpani, Naker, dan Naqareh Alat musik timpani (tambur atau genderang) modern juga ternyata berasal dari peradaban Islam. Menurut Henry George Farmer (1988) dalam bukunya, Historical facts for the Arabian Musical Influence, cikal bakal timpani berasal dari Naqareh Arab. Alat musik pukul itu diperkenalkan ke benua Eropa pada abad ke-13 M oleh orang Arab dan Tentara Perang Salib. Biola, Rebec, dan Rebab Biola modern yang saat ini berkembang pesat di dunia Barat ternyata juga berawal dan berakar dari dunia Islam. Alat musik gesek itu diperkenalkan oleh orang Timur Tengah kepada orang Eropa pada masa kejayaan Kekhalifahan Islam.
Biola pertama berasal dari rebec yang telah digunakan oleh musisi Islam sejak abad ke-10 M. Cikal bakal biola juga diyakini berasal dari rebab alat musik asli dari Arab. Konon, Al-Farabi merupakan penemu rebab. Peradaban Islam di masa keemasan telah menyumbangkan beragam warisan penting bagi masyarakat modern. Masyarakat Barat ternyata tak hanya berutang budi karena telah menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan umat Islam di zaman kekhalifahan, tapi juga di bidang musik dan seni rupa.Pencapaian yang tinggi di bidang musik menunjukkan betapa masyarakat Muslim telah mencapai peradaban yang sangat tinggi di abad pertengahan. Ishaq Al-Mausili Musisi Termasyhur Penemu Solmisari
Ishaq Al-Mausili (wafat 850 M) adalah salah seorang musisi Muslim terbesar di kancah dunia musik Arab pada zaman kekhalifahan. Darah seni menetes dari ayahnya, Ibrahim Al-Mausili (wafat 804 M), yang juga seorang musisi besar. Ishaq terlahir di Al-Raiy, Persia Utara. Saat itu, sang ayah tengah mempelajari musik Persia. Sang ayah terus mengembara demi mempelajari dan mengembangkan seni musik yang sangat dicintainya. Suatu waktu, Ibrahim membawa putranya yang mash kecil ke Kota Baghdad metropolis intelektual dunia. Kelak, di pusat pemerintahan Ke – khalifahan Abbasiyah itulah nama Ishaq melambung sebagai seorang musisi legendaris. Kisah masa kecilnya juga tercatat dengan baik. Ishaq cilik memulai pendidikannya dengan mempelajari Alquran dari Al-Kisa’i dan Al-Farra. Dari Hushaim ibnu Bushair, Ishaq mempelajari tradisi dan budaya. Se – dangkan, pelajaran sejarah diperoleh nya dari Al-Asmai’i dan Abu Ubaidah Al-Muthanna. Sejak kecil, ia sudah kepincut dengan musik. Na – mun, sang ayah bukanlah satu-sa tunya guru yang memperkenalkan dan mengajarinya seni musik. Me nurut Miss Schlesinger, Ishaq mempelajari musik dari sang paman, Zalzal, dan Atika binti Shuda yang juga musisi terkemuka. Ishaq dikenal sebagai sosok manusia yang kaya dengan budaya. Ia adalah musisi yang intelek. Hal itu dibuktikan dengan perpustakaan pribadinya yang tercatat se bagai yang terbesar di Baghdad. Ishaq telah memberi sumbangan penting bagi pengembangan ilmu musik. Ternyata, dialah musisi yang memperkenalkan solmisasi: do re mi fa sol la si do. Ishaq Al-Mausili memperkenalkan solmisasi dalam bukunya, Book of Notes and Rhythms dan Great Book of Songs, yang begitu populer di Barat. Musisi Muslim lainnya yang juga memperkenalkan solmisasi adalah Ibn Al-Farabi (872 M-950 M) dalam Kitab Al-Mausiqul Kabir. Selain itu, Ziryab (789 M-857 M), seorang ahli musik dan ahli botani dari Baghdad, turut mengembangkan penggunaan solmisasi tersebut di Spanyol jauh sebelum Guiddo Arezzo muncul de ngan notasi Guido’s Handnya. Peradaban Barat kerap mengklaim bahwa Guido Arezzo adalah musisi yang pertama kali memperkenalkan solmisasi lewat notasi Guido’s Hand. Ternyata, notasi Guido’s Handmilik Guido Arezzo hanyalah jiplakan dari notasi arab yang telah ditemukan dan digunakan sejak abad ke-9 oleh para ilmuwan Muslim. Para ilmuwan yang telah menggunakannya, antara lain Yunus Alkatib (765 M), Al-Khalil (791 M), Al- Ma’mun (wafat 833 M), Ishaq Al- Mausili (wafat 850 M), dan Ibn Al- Farabi (872 M-950 M). Ibn Firnas (wafat 888 M) pun turut berperan dalam penggunaan solmisasi tersebut di Spanyol. Karena, ia adalah orang yang memperkenalkan masyarakat Spanyol terhadap musik oriental dan juga merupakan orang yang pertama kali mengajarkannya di sekolah-sekolah Andalusia. Guido Arezzo mengetahui solmisasi tersebut dengan mempelajari Catalogna, sebuah buku teori musik berbahasa Latin yang berisi kumpulan penemuan ilmuwan Muslim di bidang musik. Solmisasi tersebut ditulis dalam Catalogna yang diterbitkan di Monte Cassino pada abad ke-11. Monte Cassino merupakan daerah di Italia yang pernah dihuni masyarakat Muslim dan juga pernah disinggahi oleh Constantine Afrika. Lagi-lagi, peradaban Barat mencoba memanipulasi sejarah.

TATA CARA MIXING AUDIO


Mixing part 1


Mixing / Balancing adalah suatu essensi yang amat penting dalam suatu konten produksi, khususnya “Electronic Dance Music” why?
Karena pada dasarnya mixing di “dance” bukan hanya sekedar masalah perkara “balancing & panning” agar produksi kita terdengar bersih dan seimbang. TAPI disanalah biasanya terletak “emotion & power” Dari track buatan kita sendiri. That is why we DJ’s that made our own tracks were called “PRODUCERS” not “composer”, karena proses engineering & mixing relatif HARUS dilakukan oleh kita sendiri yang paling mengetahui arah & drive Dari track kita.



Khususnya bila mengikuti tren jaman produksi yang lagi “IN” disana, most of the productions were based on Good Engineering, apabila teman teman semua memperhatikan antara produksi sekarang dan beberapa tahun yang lalu : “Less Sounds were used & arrangements were becoming so much simpler” tapi kenapa sound nya tetap terdengar full, unique dan kaya?

That’s why today’s Dance Music production :
30% sequencing, 20% Good Sound / sample Selection & 50% on Mixing & Engineering

Conception for mixing

Bagi yang mencari breakdown yang simple maupun referensi dasar untuk menghindari miskonsepsi Dari arti dan pemahaman ( terutama bagi yang baru memulainya )

Mixing adalah prose’s stasi kedua dalam overall producing / remixing cycle, dimana kita pada dasarnya menempatkan masing masing tracks yang telah kita sequence dalam arrangement untuk DITATA secara leveling, stereo Panning placement, kontrol dynamic individual, menambahkan colour / character ( reverb, delay, filter & ADSR ) beserta “Harmonisasinya” dalam STEREO SUM / hasilnya yang telah digabung menjadi satu stereo Interleaved Tracks ( left and right), dan memiliki “Headroom” untuk kemudian menjalani Mastering / Final Stage.

Berikut adalah hal hal yang menjadi “AIM” maupun “Larangan” dalam mastering:

AIM

    * Mengincar balanced & harmonisasi Dari masing masing track antara satu sama lain Memperbaiki / memanipulasi source file ( audio & VST ) untuk menjadi sesuai dengan kemauan kita ( Gain & Effecting )
    * Mengejar overall dynamic dan stereo imaging Dari tracks yang kita kerjakan.
    * Menciptakan Headroom ( jarak overall gain ) Dari Peak, untuk memberi ruang kerja bagi prose’s Mastering


DO NOT

    * Meletakkan effects / plugins  pada master BUS yang berfungsi untuk memperbaiki / memanipulasi hasil mixing ( EQ, Compressor  & Effects apapun ) kecuali reference utility tools
    * Mengejar Overall Level mixing kita untuk kedengeran HOT / keras layaknya mastering


Pointers to be noticed before / during mixing

Pada dasaranya seluruh DAW technology & perkembangannya pada jaman sekrang bertujuan untuk agar kita dapat semakin memudahkan pekerjaan composing & mixing dan agar semakin lama dapat dilakukan secara lebih “mobile”. Disini saya tidak menentang atau menganjurkan teman teman untuk harus memiliki hardware mahal maupun outboard gear yang harganya jutaan di studio kamu.

Namun pada dasarnya, diluar komputer / laptop yang mumpuni untuk menghandle pekerjaan DAW software kamu . Secara prinsip tetaplah dibutuhkan AD/DA converter / Soundcard yang baik dan speaker monitor Near Field yang proper. Kenapa?

Soundcard 


 minimal harus dapat menghandle dengan standard bitrate paling rendah yaitu 24bit/44.1khz, dengan low latency DAW based driver (core audio / ASIO) yang memiliki DSP chip nya sendiri, sama cara kerjanya dengan VGA card kita, Soundcard yang baik selain memiliki latency rendah dan multi routing I/O sesuai  kebutuhan kita, dia juga menghandle beban kerja audio processing dalam komputer kita dan tidak membebankannya FULL kepada CPU kita. Dan yang lebih terutama, adalah untuk menghasilkan full range frequency spatial yang bebas noise & colouring ke speaker maupun headphone kita.

Monitor Near Field : 



Speaker Near field dibangun dan dirancang berbeda dengan speaker HIFI maupun home theater milikmu, karena mereka adalah “HIFI based’ yang memang di desain untuk memiliki “karakter” yang stand out masing masing sesuai kepuasan si pendengar, yang pada artinya, bahwa mereka tidak mereproduksi sound secara jujur / FLAT. Sedangkan Flat Near Field monitors di desain sedemikian rupa untuk mereproduksi sound Dari source nya  seakurat mungkin sehingga bertujuan agar kita mengetahui “bentuk asli” Dari masing masing individual track yang sedang kita kerjakan beserta detail di dalamnya ( reverberasi, noise, freq response & delay trim, etc etc )

Know Your Enviroment and Tools

Melanjutkan Dari topik bahasan mengenai utility speaker monitor yang kita miliki, juga perlu diketahui bahwa enviroment / ruangan kerja kita pula mengambil peranan yang amat tak kalah penting. Amat Vital untuk kita mengenal baik reverberasi dan pantulan dimensi Dari ruang kerja kita. Contoh paling konkret yang sering terjadi, Dalam ruangan yang memiliki ceiling besar, sound yang keluar “dry” pun dapat terdengar “roomy”, dan bahkan kadang kita dapat mengalami miskonsepsi akan karakter Dari delay yang kita apply dan hitungannya dikarenakan pantulan ruangan yag cenderung menipu.

Sama halnya dengan referensi sebelumnya, saya tidak “mengharuskan” supaya km membangun system kedap suara yang super professional dengan segala Bass trap Door, Double gypsum, diffuser etc etc ( although it would be nice.. ), namun intinya adalah untuk mengoptimalkan dan terutama MENGENAL karakter ruangan kamu masing masing. Banyaklah melakukan compare A/B antara hasil kerja km di ruangan tersebut dengan hasil track referensi lain yang sudah jadi,  maupun lakukan compare projectmu antara studio dengan conventional stereo system  yang sudah “fixed”, Begitu sudah terbiasa dan mengenal baik enviroment dan karakter speaker diruanganmua, maka biasanya cenderung km akan melakukan adjusting adjusting yang mungkin tidak Nampak normal bagi teman mua atau client yang baru pertama kali masuk ke studio milikmu… Leave it… its your room.. hehe..

NB : Perhatikan pula penempatan NearField dengan Segitiga Jarak jarak pendengar yang sesuai, serta penempatan tinggi yang sejajar dengan operator.

Serta AMAT DISARANKAN untuk memulai dan selalu melakukan prose’s mixing dalam LEVEL kekerasan yang sama untuk mulai membangun judgement yang baik.

mixing part 2


 

Your mixing reference tools / your 2nd ear

Tentunya diluar ketidaksempurnaaan ruangan, fasilitas alat maupun diri kita diri kita sebagai SDM, tentunya ada tools tools / plugin yang bersifat sebagai “eye reference” kita untuk mengetahui karakter / detail maupun masalah yang terletak baik pada individual track maupun overall mix kita. Dari sekian banyak reference plugin yang ada, berikut 3 tools dasar yang dapat digunakan.

Level Meter
Tools paling dasar dan necessary untuk mengetahui tingkat level / kekerasan Dari masing2 maupun combined track kita dalam mixing, tentunya untuk juga mengambil jugdement akan “Dynamic” Dari track tersebut ( apabila tidak berupa waveform)

Basicnya dibelah dalam 2 standard ukuran :
DBFS / Full Scale : default set, mengukur tingakat kekerasan track secara “digitally” mengukur kekerasan Dari keseluruhan gelombang frequency secara realtime

RMS : Mengukur Base Frequency Gain Power, overall Loudness Power, biasanya hanya digunakan dalam aplikasi mastering.





( kedua pemahaman dan scope Dari meter diatas akan dibahas lebih lanjut pada Sub topic “mastering”)

Spectrum Frequency
Adalah tools untuk mengukur atau memvisualisasikan range frequency keseluruhan ( 20hz – 16khz ) Dari tracks yang sedang kita kerjakan. Tentunya ini amat beguna untuk “mengenali” track tersebut dalam prose’s filtering maupun EQing.





Stereo Phase Scope



ADALAH tools yang dapat digunakan untuk mengukur atau melihat dimensi stereo, biasanya digunakan pada master bus stereo untuk melihat “balance” penempatan masing track dan harmonisasinya dalam menciptakan stereo track yang menyebar merata, maupun tuntuk menghindari over panning left atau right yang tidak merata.


Tracks Priority, panning & leveling




Adalah suatu Approach yang cukup baik untuk dapat menentukan Level priority masing masing Tracks dalam suatu prose’s Mixing. Tentunya karena kita mengetahui bahwa Dance track adalah typical lagu yang “Rhythm Based” maka sudah tentu “the king” atau prioritas utama dalam membangun fondasi mixing adalah KICK Drum.
Maka berikut adalah contoh pola GAIN STAGING awal Dari suatu mixing process, dengan Peak DBFS : -6db average
Lakukan pattern balancing awal hanya dengan menggunakan Volume Fader & panning saja dahulu sebagai pola eksperimen, maupun dasar untuk memulai mixing.

Drum & rhythm Pattern group
Base Kick : -8 db :  Mono
Baseline : -9 / - 10db ( hindari SUM / Intersample Peaks dengan KicK ) : Center based equally pan
Snare : -13db : 10% panning tergantung typical
Claps :  -10 / -11db ( hindari SUM / Intersample peaks dengan kick yang melebihi 2db Dari kick volume )  Center based equally pan
Hihats, rides & shakers : - 16 s/d – 13db ( tergantung sample )
Letakkan merata 20% - 30% panning left and right secara seimbang
Extra percussion : Level yang setara atau dibawah Claps, sesuai dengan prioritas / “standout”
40% up to 60% panning ( namun jangan sampai “loss” dalam mono check)

Timbre & Main Lead Group
Main Lead Synth : maksimum -2db dibawah level maksimum kick drum
Arp Rythm Synth : Setara dengan Level Baseline atau dibawahnya  apabila terjadi SUM / Intersample Peaks
Main Vocal : Setara dengan level main synth, namun perhatikan frequency atau tonal Dari synth dengan karakter / range frequency vocal, untuk menghindari tabrakan frekuansi yang “obvious”

Apparel & FX Group
Pad / ambient Synth : -18 / -14db tergantung Gain n karakter placement dalam overall tracks
Pink Noise & Sweeps : Dalam Range Gain yang setara / unity dengan Range Hihat & Shakers drums sebagai enhancer hiss / hi-frequency
Pada tahap awal ini, untuk menghindari Intersample Peaks / SUM Dari frequency yang bertabrakan, maka boleh dilakukan adjustment seperti Sidechain compressor dan adjusting Attack ratio secukupnya.
Dengan gambaran staging seperti ini, semoga teman teman telah memiliki gambaran overall mix result dengan drum sebagai track base terkeras ( -8db ) dan ruangan terjadinya SUM / intersample Peaks adalah sebesar 2db dengan nilai : -6dbfs sebagai peak average terkeras Dari hasil mixing kita.
Dengan ini teman2 telah dapat cukup menghasilkan basic balanced mix yang memiliki dynamic yang proper untuk diproses lebih lanjut lagi

Good source : GAIN VS FADER
Waktu kita remixing, Sound selection tentunya menjadi salah satu essence atau aspek penting. Masalahnya adalah, belum tentu semua sample ( baik Dari sound bank maupun mp3 yang kita chopping ) maupun plugin instrument yang kita pilih relatif memiliki “basic gain’ atau kekerasan yang sama.
Dan seringkali saya melihat adjusting / balancing Dari leveling ini adalah dilakukan dengan mengadjust LEVEL fader pada DAW. Sehingga seringkali pula teman2 pada akhirnya mem-push loudness Dari track ini dengan mengangkat fader bahkan melebihi nilai 0db.
Pun dengan alhasil bahwa sekalipun track channel yang akan diangkat telah melebihi level yang lain< suaranya tetap terdengar rendah maupun tidak solid, dan bahkan pecah.

SOLUSI
Gunakan GAIN ( plugin maupun pre channel strip ) untuk mengejar “HOTNESS” Dari source track tersebut bukan daripada fader di DAW meter kita. Fader di mixer DAW pada dasarnya di desain untuk “reduce” dan adjusting headroom pada masing masing track, bukan untuk membuatnya menjadi keras.

Cobalah bereksperimen dan mengcompare hasil antara suatu track yang diangkat secara fader maupun  dengan GAIN yang diletakkan sebelum plugin insert apapun, perhatikan perbedaannya antara Loudness di meter DBFSnya dan terutama perbedaan amplifikasi suaranya.

NB :
Adalah suatu approach yang boleh “dicoba” untuk meletakkan gain utility / plugin di setiap channel strip pada seluruh track kita sebelum mixing, dan melakukan boost semaximal mungkin ( sebelum terdengar clipping / penurunan kualitas pada suara channel tersebut) dan baru pada akhirnya menggunakan fader, hanya untuk melakukan “Pull-Down” untuk mengadjust volume, sehingga status Dari masing masing track sebelum mixing process adalah se”HOT” dan se”OPEN” mungkin, sebagai kompensasi Dari good source sample.



Mixing part 3



Pan Law & Mono Check
Berikut adalah referensi tambahan untuk meletakkan Panning approach pada masing masing track, dengan target menciptakan Stereo Imaging yang balanced namun tetap powerfull :
Penerapan masing masing panning technique pd dasarnya cukup menggunakan pan fader [ada mixer DAW, namun aapabila diperlukan, plugin maupun insert untuk “stereo imaging maupun expanding” untuk memperlebar dimensi panning pada suatu track boleh digunakan.

Guidelines :
Base Kick          Mono
Baseline          Center based equally pan
Snare             10% panning tergantung typical
Claps             Center based equally pan
Hihats, rides & shakers    Letakkan merata 20% - 30% panning left and right secara
seimbang
Extra percussion :      40% up to 60% panning ( namun jangan sampai “loss” dalam
mono check)
Main Lead Synth       Center based equally pan
Arp Rythm Synth       Center based equally pan
Main Vocal          Dry / compressed original : MONO
            Effect return bus ( delay , reverb ,etc  ) : 30% panning
Pad / ambient Synth       centre based equally pan ( boleh terapkan “autopan” effect
untuk mengisi kekosongan
Pink Noise & Sweeps       boleh diterapkan ekstrim panning maupun ekstrim stereo
expander pada band frequency 8000hz keatas
Penting dalam setiap mixing untuk selalu melakukan MONO CHECK melalui utility yang terpasang pada master bus untuk mengecek karakter dan adanya frekensi / suara yang hilang dalam kondisi “mono” dan melakukan adjustment akan hasil pan yang terlalu lebar sebelah tersebut. Hal Ini adalah untuk mengantisipasi track produksi kita yang tidak kehilangan kualitas / “warna” dalam standard broadcasting ( TV / Radio )

Compressor and missconception for it
Compressor adalah salah satu tools mixing paling dasar selain EQ, namun sayangnya belakangan ini saya banyak menemukan user yang menerapkan konsep yang salah untuk penggunaan kompressor, dimana masih banyak yang menganggap fungsinya adalah untuk “mempertebal’ maupun memperkeras suatu track.




Disini kita akan mengulas kembali konsep DASAR Dari penggunaan kompressor, yaitu adalah untuk mereduksi Dinamika ( Jarak gain terpelan hingga terkeras Dari suatu waveform audio ) dengan meng-apply Gain Reduction ( penurunan gain volume secara otomatis ) berdasarkan ambang limitasi / TRESHOLD yang kita tentukan. Otomatis berdasarkan logika dasar disini, maka kita mengetahui bahwa pada dasranya kerja suatu compressor adalah untuk mereduksi atau cenderung “mempelankan” track audio file yang kita terapkan efek tersebut..
Maka untuk mengangkat overall volume / gain Dari track tersebut yang telah secara otomatis ter reduksi, maka ada fungsi penempatan MAKE-UP gain, dimana pada dasaranya bekerja dengan prinsip yang sama saja dengan gain utility tools, untuk kembali menempatkan level kekerasan pada tingkat sebelum kompresi, namun dengan jarak dinamika yang lebih kecil.




Adalah benar bahwa relatif dengan tingkat jarak dinamika yang lebih sempit namun dengan overall gain yang sama kerasnya  disbanding dengan pre-compression dapat menciptakan efek suara yang lebih “tebal” maupun “pumping”. Namun perlu diingat bahwa tidak semua track perlu compression dan bahwa semakin dalam compression diterapkan pada suatu track, tidak hanya dinamikanya yang semakin hilang, namun juga detail kualitas suaranya.


Berikut bbrp tips & definisi untuk penerapan compressor :
-   relatif terapkan attack time yang sama dengan waveform audio yang sedang kita kompresi ( contoh : Dance Kick drum relatif attack time di : 0.5 – 0.75 ms ) Release value adalah bebas berdasarkan berapa lama Gain Reduction / GR pada waveform tersebut bekerja.
-   Compression pada vocal biasanya relatif lebih mengambil pada RMS approach daripada Digital / FS, dikarenakan yang di kompressi adalah “base power frequency” Dari suara vocal tersebut, sehingga hasilnya relatif lebih “lengket” dan tidak over responsive, apalagi menghadapi hasil take vocal yang “kaget” maupun banyak De-esser dan “breath” nya
-   Knee adalah ratio reduksi / softener Dari compressor yang biasanya diterapkan untuk menghindari efek reduksi yang terlalu cepat. Biasanya di apply apabila kita ingin melakukan “limiting” yang cukup ekstrim melalui setting attack & treshold yang tajam, namun tidak ingin kesannya seolah olah file audio tersebut seperti terkena “brickwall limiter”
-   Banyaklah melakukan eksperimen akan kombinasi Attack, ratio & knee serta compressor type ( Digital FS, RMS, OPTO & etc etc ) cenderung daripada memainkan tresholdnya untuk menghindari reduksi yang terlalu banyak pada waveform yang dikerjakan. Wiseman says : “Dynamics is Good, it makes your tracks  much more Alive”

Send daripada mix insert
Dalam prose’s mixing, penempatan dan appliance Effect yang baik adalah effect yang memberi Kolorasi dan karakter pada suatu track, namun tidak merusak identity maupun detail Dari source aslinya tersebut. Beberapa efek efek yang dasar memang dibuat dengan model “Insert” dimana seluruh audio waveform tersebut terproses secara completely oleh efek yang diterapkan. Tentunya ini biasa terjadi pada efek2 seperti : Gain utility, EQ, Filter, compressor, pitch correction dan Denoiser maupun de-esser. Sebagai tools untuk memperbaiki “basic” atau dasar Dari audio tersebut.

Namun untuk efek efek yang yang bersifat “colouring” maupun “creativity” yang ditempatkan pada prose’s tersebut. Ada Baiknya untuk meletakkan efek efek yang sifatnya destruktif seperti : Echo n Delay, Reverb, Modulation & Distortion , dan masih banyak lagi, untuk diterapkan di “Return Bus” Hal ini saya rekomendasikan, karena sy cenderung pula masih banyak menemukan kesalahan fatal hasil mixing yang biasanya terletak pada REVERB yang “overmixed”. Ketika ingin menerapkan efek memberi Room / Jarak pada suatu instrument, judgement yang kurang bijaksana ( karakter reverb , decay time and LENGTH yang kurang tepat ) Dan terutama WET Mix ratio yang di apply terlalu banyak, maka cenderung hasil instrument tersebut menjadi kehilangan detail dan colournya, dan hal ini tidak dapat diperbaiki lagi oleh mastering engineer dalam prose’s selanjutnya. Hal yang saama pula sering terjadi pada penempatan efek delay.
Namun berbeda dengan penerapan pada teknik Send Return, ( NB : wet dibuka 100% pada plugin yang diletakkan di return track ), Instrumen Asli akan dapat tetap me maintain detailnya , sekalipun penempatan “destructive effect” cukup mencolok ( selama tidak over Dari instrument aslinya) , ini dikarenakan tentunya jalur audio yang “DRY” beserta jalur Effect yang ditaruh di return Bus adalah Terpisah untuk nantinya dirender oleh DAW kita.



   
Tips :
Untuk sekaligus menghemat PC resources untuk effect effect yang lain, Conventional Mixing Engineer biasanya sudah menempatkan 4 plugins dasar pada 4 return bus berbeda, 2 bus adalah untuk reverberasi, masing masing dengan length time pendek dan panjang ( Google : how to calculate mixing time in DAW ), serta 2 bus untuk delay ¼ & 1/16 bar, berdasarkan kerapatannya. Dengan ini maka placement efek efek dasar / kovensional tidak perlu di insert satu persatu dalam setiap track.

Dan bagusnya lagi dalam prose’s seteleah melihat overall mix kita, bus Reverb atau delay yang terlalu besar maupun dominant dapat langsung direduksi pada volume fadernya, daripada harus me reduce berdasarkan wet/dry plugins nya, satu persatu..

Bus Mixes to adjust the overall bands
Bus Mixes / Stem mixing adalah suatu teknik lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan overall band frequency Dari hasil mixing kita untuk supaya lebih “balanced dan harmonis” prinsipnya adalah dengan melalukan pre-routing configuration Dari masing masing track untuk tidak langsung out ke “Master Bus”, namun melalui group out , atau track audio yang di “bypass” oleh instrument kita masing masing, berdasarkan kategori yang kita susun.

Ada yang memilih untuk Sub-group berdasrkan kategori instrumen ( Drum kit, synth, vocals, Timbre, Sweeps n fx ), namun saya lebih memilih Sub-groupping berdasarkan range frequency Dari instrument instrument yang ada di mixing track saya  mulai Dari frequency yang paling rendah, hingga yang paling tinggi ), so normally, my BUS Groups Arrangement would be
Bus 1 : kick, snare, baseline, tom n rhythm
Bus  2 : snare, percussion, Male Vocal, mid lo Synth
Bus 3 : Ambient Pad, Claps,  Main Lead Synth, Female / Sopran Vocal , Sax Timbre
Bus 4 : Shaker , hihats, Lead Synth
Bus 5 : Noises,  Sweeps & Return Track FXs




Setelah kita memiliki sub mixes group ini, tentunya masih banyak lagi adjusting yang dapat kita lakukan berdasarkan Range instruments maupun frequency disini, selain adjust volume fader secara unity, meng apply soft compression untuk me”lengketkan” vocal dengan main synth, maupun menempatkan stereo imaging / expanding, pada grup dengan band frequency yang relatif tinggi, untuk mengejar separasi stereo dalam mixing kita. Maupun bias menjadi sarana dan solusi untuk yang mau melempar Bus mixes nya ke analog mixer.. hehe..
“Your DAW is a powerfull Routing Simulation software… Play with it”

Leave some headroom / understanding levels part 1
At LAST but not the least, kembali saya harus mengingatkan kembali pada teman teman untuk selalu menyisakan HEADROOM dalam hasil mixing kalian.

Istilah “Head Room” sekali lagi adalah berupa jarak antara level terkeras maupun rata rata Dari hasil mixing km dengan peak level pd “digital domain” yaitu : 0 db. Sekali lagi seperti telah diperingatkan sebelumnya, jangan pernah mencoba membuat hasil mixing anda terdengar keras layaknya mastering, paabila kalian sudah terbiasa untuk melakukan mixing dengan level yang hampir 0db, maka silahkan kerjakan dan balance menurut kebiasaan km masing masing, namun setelah itu, lakukan “Group fader pulldown, pada semua track, hingga overall volume rata rata pada mixing kamu telah mencapai angka TRESHOLD yang dikehendaki. ( jangan di pull-down di master Fadernya yah.. hehe )





Kenapa?
Apabila dalam prose’s cycle mastering nanti, baik kamu sndiri yang melakukannya maupun orang lain ( Mastering studio), dan ternyata ada diperlukannya “adjustment” atau perbaikan kecil pada overall mix result milikmu ( band adjustment frequency, stereo enhancing, M/S processing, stereo exciter, dsb ) maupun hingga tahap gaining / “mengejar RMS” prose’s cycle ini tidak akan dapat dilakukan apabila audio hasil mixingnya telah mencapai 0db terlebih dahulu. Maka itu, prinsipnya adalah semakin jauh headroom kamu, maka semakin banyak ruang yang dapat dilakukan untuk sang mastering engineer bekerja dan semakin hasil mastering kamu bias optimal.

Berapa sih headroomnya?
Naah.. tentunya selain dalam menciptakan headroom dalam hasil mixing kita, kualitas / fidelity dan DETAIL Dari audio tersebut tidak juga boleh terlalu kecil atau lemah sehingga hilang detailnya pada saat di render.  Jadi perbandingan yang perlu kita perhatikan disini adalah semakin keras : makin aman detailnya : makin sempit headroomnya. Sementara semakin pelan : makin besar headroomnya : makin resiko kehilangan detail hasil mixing.

Maka berdasarkan standard yang sudah ini, berikut guidance untuk mmenentukan besaran volume dan headroom mixing mu

Simplenya :



Maintain your overall average Level at -6 dbfs ( lookup di meter master channel maupun plugins). Average berarti pada bagian drum kit n rhythm km yang simple, loudness berkisar pada -8/-7dbfs, dan bias berkisar sampe -5db maksimum pada bagian paling rame dalam arrangement kamu ( drum, base, synth, vocal en sweep keluar bareng ), apabila jarak overall level kamu terlalu besar atau banyak, do check your overall dynamics and mixes again.
Ribetnya :



Cari plugins yang metering yang sifatnya VU / Analog metering simulation, setting pada scale ballistic DIGITAL / Peak, dan set meternya pada kalibrasi -12dbfs. Lalu cek mixing kamu, dan pastikan jarumnya rata rata bermain di angka 0db.


Konklusi / Penutup
Sebenarnya pada cycle mixing process, dasarnya ga ada yang bias dibilang benar atau salah. Its about taste and how you make the track to have the emotion that you want. Tutorial pada sub topic mixing disini adalah bertujuan untuk memberi guideline dasar akan ide Dari engineering suatu track dan larangan larangan yang vital. Namun tidak untuk bertujuan agar km menjadi terlalu tools oriented ( terlalu memperhatikan level dan frequency spectrum ) sehingga alhasil menjadikan hasil pekerjaan kamu terlalu “safe” dan standard,
the idea of mixing adalah untuk meng enhance dan mewujudkan gambaran bentuk track yang kamu miliki pada saat kamu melakukan sequence atau arrangementnya secara lebih detail namun rapi dan “hidup”, bukan untuk membuatnya menjadi Flat dan aman. Dan pada dasaranya selama masih ada headroom pada hasilnya, maka “room” untuk final adjustment masih bias dikerjakan..